Suatu hari, dalam perjalanan ke Bekasi, seorang anak kecil yang digendong seorang dewasa, menghampiri Metro Mini yang saya tumpangi. Sedikit terperanjat, orang dewasa yang menggendong, menaruh tapi sedikit melemparkan anak tersebut ke dalamnya kemudian berlalu, tepat di depan kaki saya, spontan saya menarik kaki ini dari hadapnya. Sedikit tersungkur, anak itu berusaha bangkit, tapi tidak juga bangkit. Karena heran, saya menambah peratian kepada anak itu. “Ya Rabb… kakinya hilang satu..” trenyuh hati ini, dan sejenak saya pejamkan mata, menyesali, “uhf…pantas tidak bangun – bangun dari tadi.. Ya Rabb ampuni hamba…”. Si anak mengusap – usap bajunya, kemudian memandang kami para penumpang metro mini dengan tatapan mengiba. “Mitum bu …..” si anak menyapa seorang ibu berjilbab di sampingnya sambil menarik – narik ujung baju kurungnya. Si ibu mengangkat tangan, seperti mengerti, si anak tertunduk kecewa kemudian meninggalkan si ibu dengan menyeret satu kakinya, terseok - seok. “Mitum ba…” , dalam kekagetan saya bahwa anak itu adalah korban exploitasi walau dia sendiri mungkin tidak menyadari, saya berusaha memahami apa yang diucapkan anak itu sambil bergumam dalam hati “ngomong apa si de? Hm…. Mitum… mikum…. Assalamu’alaikum….” Saya terjaga dari lamunan saya, setelah sadar bahwa ujung rok saya ditarik – tarik anak tersebut, spontan bingung menggelayut dalam pikiran saya “Kasih apa ngga’ ya, kalau dikasih nantinya si anak akan terus – terusan disuruh jadi peminta – minta... tapi....” berat tangan saya menarik pecahan dari saku tas yang saya bawa, dan akhirnya saya persembahkan sebuah senyum termanis untuk si adik malang ini sambil berdoa. Alhamdulillah ia paham, atau dia sering mengalami penolakan hingga dapat begitu paham akan senyum ini, atau memaksakan diri untuk paham? Wallahu alam. Semua penumpang dihampirinya dengan sikap yang sama, mengiba, ya terus mengiba, saya tidak tahu ada atau tidak orang yang memberinya. Setelah mungkin dirasa cukup olehnya, si anak kembali ke pintu depan, tempat dimana saya duduk dengan nyaman, sungguh pemandangan ini membuat saya tidak lepas untuk memperhatikan. Kemudian si anak seolah memberi kode, si orang dewasa itupun menghampiri, segera si orang dewasa itu menangkap si anak kemudian menggendong dan secepat kilat berlalu, mata saya tidak sempat menangkap wajah siapa itu. Sungguh orang itu seolah bersembunyi di balik bis – bis yang melaju dan deru asapnya yang hitam hingga menutup bayang – bayangnya, agar tidak ada yang mengetahui siapa dirinya. “Ya Rabb... ampuni hamba.., ampuni kami..” kami? Ya kami, siapapun itu bisa saya atau siapapun yang langsung dan tidak langsung mendzhalimi anak itu. Karena hanya itu yang bisa saya ucapkan dalam hati dan akhirnya tertunduk sambil memejamkan mata seraya memuji - Nya. Subhanallah walhamdulillah...
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 Response to "Anak itu.."
Post a Comment